HNews.co.id, Jakarta – Pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh melalui jamuan makan malam di Istana Negara pada Minggu (18/02/24) menjadi sorotan.
Sejak Nasdem mendeklarasikan mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden, mereka seolah dalam posisi berhadapan secara politik dengan Presiden Jokowi.
Meski menjadi salah satu partai politik pendukung pemerintah, posisi Nasdem seolah terdesak karena hanya tinggal memiliki satu kader yang duduk di kabinet yaitu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
Sebanyak 2 kader Nasdem yang sempat menjabat menteri mengundurkan diri karena diterpa kasus korupsi. Mereka adalah adalah Johnny Gerard Plate dan Syahrul Yasin Limpo.
Di sisi lain, Nasdem berpeluang menjadi oposisi karena dari hasil penghitungan sementara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), persentase suara pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar berada di bawah pesaingnya, yakni capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo-Subianto.
Menurut peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro, setelah melihat hasil sementara Pilpres 2024 maka diperkirakan ada makna tersembunyi di balik pertemuan Jokowi dan Surya Paloh.
“Pertemuan antara Surya Paloh dan Presiden Joko Widodo memang tidak bisa dimungkiri erat kaitannya dengan konfigurasi politik pascapemilu 14 Februari kemarin,” kata Bawono saat dihubungi seperti dilansir Kompas, Senin (19/02/24).
Menurut Bawono, pertemuan itu adalah taktik Jokowi supaya pihak-pihak yang perolehan suaranya dalam Pilpres 2024 tidak menghimpun kekuatan menjadi oposisi terhadap pemerintahan mendatang.
Apalagi saat ini hubungan Jokowi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) retak akibat manuver politik presiden menjelang Pemilu dan Pilpres. PDI-P menjadi salah satu pengusung capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
“Pertemuan Presiden Joko Widodo dan Surya Paloh bisa dibaca sebagai sebuah strategi politik dari Presiden Joko Widodo untuk mencegah terjadinya konsolidasi antara kekuatan partai-partai koalisi pengusung pasangan calon 1 dan partai-partai koalisi pengusung pasangan calon 3, “ujar Bawono.
Menurut Bawono, dengan mengundang Surya Paloh makan malam diperkirakan Jokowi berharap hal-hal yang dibicarakan dalam pertemuan itu bisa disampaikan kepada pihak lain.
Apalagi beberapa waktu lalu berembus kabar Jokowi meminta supaya Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menjadi perantara untuk menggelar pertemuan dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Bawono memprediksi, jika kubu pendukung Anies dan Ganjar bersatu dan memilih menjadi oposisi, maka pemerintahan mendatang bakal menemui ganjalan besar buat menjalankan program-programnya.
“Kalau konsolidasi terjadi di antara partai-partai pendukung pasangan koalisi 1 dan 3, maka tentu saja ke depan selama 5 tahun mendatang akan terjadi dominasi kekuatan di parlemen dari partai-partai di luar koalisi pasangan 2,” ujar Bawono.
“Hal itu tentu saja akan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan 5 tahun ke depan karena bukan tidak mungkin gangguan-gangguan dari parlemen akan sering terjadi,” sambung Bawono.
Sementara itu, peneliti lembaga survei Charta Politika Indonesia Ahmad Baihaqi mengutarakan pendapat berbeda.
Menurut dia pertemuan antara Jokowi dan Surya Paloh hanya membahas persoalan politik secara umum biasa dan kepentingan jangka pendek saja. Akan tetapi, kata Ahmad, tidak menutup kemungkinan keduanya juga membahas hasil pilpres 2024. Meski begitu, dia masih ragu keduanya berbincang soal hitung-hitungan siapa saja yang bakal masuk koalisi pendukung pemerintah di dalam pertemuan itu.
Ahmad meyakini Partai Nasdem dan Surya Paloh tak begitu saja berbalik arah meninggalkan Koalisi Perubahan dan merapat kepada kubu yang berpeluang memerintah selama 5 tahun mendatang.
“Terkait apakah mengajak Nasdem untuk masuk koalisi nantinya, menurut saya saat ini masih terlalu dini, apalagi KPU masiuh melakukan proses perhitungan suara,” ucap Ahmad.
“Seandainya itu terjadi saya rasa Nasdem masih menjaga etika kepada partai koalisi pengusung Anies-Muhaimin,” sambung Ahmad.
Presiden Jokowi sebelumnya memaparkan perbincangan dia dengan Surya Paloh saat jamuan makan malam, dalam peresmian Rumah Sakit Pusat Pertahanan Negara (RS PPN) Panglima Besar Soedirman dan 20 Rumah Sakit TNI, di RSPPN, Jalan RC Veteran Raya, Bintaro, Jakarta Selatan.
“Itu sebetulnya, saya itu sebetulnya hanya jadi jembatan,” kata Jokowi. Jokowi menyatakan hanya ingin menjadi penghubung komunikasi dari berbagai hal.
“Yang penting nanti partai-partai (yang mengurus). Saya ingin menjadi jembatan untuk semuanya. Urusan politik itu urusan partai,” tutur Jokowi. Lebih lanjut Jokowi berujar, pertemuan itu adalah pertemuan politik biasa.
Mantan Wali Kota Solo ini menuturkan, pertemuan itu akan sangat bermanfaat bagi perpolitikan di Tanah Air. Ia pun tidak ambil pusing terkait pihak mana yang meminta pertemuan itu terlebih dahulu, baik pihak Istana maupun Partai Nasdem.
“Saya kira dua-duanya enggak perlu, lah, siapa yang undang. Enggak perlu. Yang paling penting memang ada pertemuan dan itu akan sangat bermanfaat bagi perpolitikan kita, bagi negara kita,” jelas Jokowi.
(Budi)