JAKARTA – Vietnam diguncang skandal korupsi terbesar, setelah pihak berwenang bulan lalu menangkap seorang pengembang real estat terkemuka yang diduga menggelapkan dana hampir US$12,4 miliar(191 triliun Rupiah), atau setara dengan lebih dari 3% Produk Domestik Brutto (PDB) negara tersebut.
Pada tahun 2016, Partai Komunis yang memerintah di Vietnam mulai melakukan kampanye antikorupsi besar-besaran. Sejak saat itu, kampanye ini telah menumbangkan presiden dan beberapa menteri senior pemerintah. Namun skala dugaan korupsi dalam skandal terbaru ini kini menimbulkan pertanyaan mengenai kondisi sektor perbankan dan properti Vietnam yang sebenarnya.
Skandal korupsi terbesar dalam sejarah Asia Tenggara
Pada tanggal 17 November, Kementerian Keamanan Publik Vietnam menuduh Truong My Lan, ketua pengembang real estat Van Thinh Phat Holdings Group, menilap duit sekitar 304 triliun dong (191 triliun rupiah) dari Saigon Commercial Bank, di mana dia adalah pemegang saham mayoritas di sana selama beberapa tahun.
Menurut pernyataan kementerian, Truong My Lan, yang pertama kali ditangkap tahun lalu mengoperasikan jaringan yang luas dengan lebih dari 1.000 anak perusahaan dalam dan luar negeri serta perusahaan-perusahaan cangkang lainnya dengan meminjam uang lebih dari €40 miliar (618 triliun Rupiah) dari Saigon Commercial Bank, dan mengambil sepertiganya melalui “perusahaan-perusahaan bayangan” yang ia ciptakan bersama dengan keluarga dan rekan-rekannya.
Pada pertengahan November, seperti dilansir detik bahwa, Kementerian Keamanan Publik juga merekomendasikan penuntutan terhadap 85 orang lainnya, termasuk 24 pejabat pemerintah dan rekanan dari Van Thinh Phat Holdings Group dan Saigon Commercial Bank.
Beberapa hari kemudian, Komisi Urusan Dalam Negeri Komite Sentral Partai Komunis merekomendasikan untuk membuka investigasi terhadap 23 pejabat negara lainnya, termasuk 12 orang dari Bank Negara Vietnam, bank sentral negara tersebut.
Skandal ini merupakan skandal korupsi terbesar dalam sejarah Asia Tenggara. Sebagai perbandingan, skandal 1MDB yang terdokumentasi dengan baik di Malaysia pada tahun 2010-an, yang menyebabkan partai dominan di Malaysia kehilangan kekuasaan untuk pertama kalinya, melibatkan pencurian €4,1 miliar dari dana kekayaan negara.
Kampanye antikorupsi di Vietnam
Partai Komunis Vietnam memulai kampanye antikorupsi besar-besaran ketika Sekretaris Jenderal Partai Komunis, Nguyen Phu Trong, mengalahkan saingannya Nguyen Tan Dung. Dung menjabat sebagai perdana menteri pada saat itu dan dianggap oleh banyak orang sebagai orang yang membiarkan korupsi berkembang.
Kampanye antikorupsi telah mengakibatkan ratusan, bahkan ribuan pejabat partai dan pemerintah di Vietnam dipecat dalam beberapa tahun terakhir.
Pada bulan Januari, Nguyn Xuân Phúc mengundurkan diri sebagai presiden dan dua wakil perdana menteri dipecat karena dugaan korupsi dalam pengadaan alat tes virus corona dan pemulangan warga negara Vietnam selama pandemi COVID-19.
Berbicara pada bulan ini, setelah terungkapnya skandal terbaru ini, Trong mengatakan pemerintah Komunis, “perlu melakukan perlawanan terhadap korupsi dengan lebih cepat dan lebih efisien.” Ia menambahkan, “Kami tidak akan berhenti di sini, namun akan terus berlanjut dalam jangka panjang.”
Pejabat yang menjadi sorotan korupsi
Tuong Vu, seorang profesor ilmu politik di Universitas Oregon di AS, mengatakan Trong sekarang dapat mengarahkan perhatiannya pada beberapa target yang lebih besar, termasuk mantan bos partai di Kota Ho Chi Minh, Le Thanh Hai, yang dikenal sebagai “pejabat paling korup di Vietnam”.
Hai adalah pimpinan politik di pusat bisnis di wilayah selatan negara tersebut selama berpuluh-puluh tahun, dan meskipun ia telah mendapat tekanan pada tahun 2020, ketika para pembasmi korupsi mengetahui bahwa komitenya telah melakukan tindakan yang tidak pantas, ia sejauh ini terhindar dari tuntutan hukum.
“Ada kemungkinan bahwa Hai adalah yang berikutnya. Dia juga dikenal dekat dengan mantan Perdana Menteri Nguyen Tan Dung, yang mungkin masih menjadi target,” kata Tuong Vu, merujuk pada tokoh politik kelas berat yang dikalahkan Trong pada tahun 2016.
Memang benar, para analis menyatakan bahwa Hai dan Dung mungkin adalah dua orang terkaya di Vietnam pada tahun 2010-an berkat dugaan pengawasan terhadap jaringan korupsi yang luas di Vietnam selatan.
“Tidak ada keraguan bahwa akan ada lebih banyak skandal dan penangkapan besar yang akan terjadi,” ujar jurnalis yang tinggal di Kota Ho Chi Minh, Michael Tatarski, yang menulis tentang politik Vietnam di blog Vietnam Weekly miliknya.
“Penyelidikan signifikan terhadap penambangan pasir sedang dilakukan,” dan tampaknya polisi sedang mengamati sektor energi terbarukan dan Vietnam Electricity, perusahaan listrik terbesar di negara tersebut, tambahnya.
Namun, ada kekhawatiran bahwa skala korupsi yang terungkap saat ini akan mengganggu stabilitas ekonomi negara tersebut.
Sektor swasta Vietnam merasakan dampaknya
Ketika sejumlah perusahaan swasta terkena tuduhan korupsi tahun lalu, ada anggapan bahwa kampanye antikorupsi mulai memengaruhi kepercayaan dunia usaha. Laporan yang bocor di media menyatakan bahwa pejabat pemerintah daerah dan pegawai negeri sipil menolak menandatangani perjanjian investasi infrastruktur yang sangat dibutuhkan, karena khawatir mereka nantinya akan dituduh melakukan korupsi jika proyek pembangunan tidak berjalan sesuai rencana.
Peneliti tamu di Program Studi Vietnam di ISEAS – Yusof Ishak Institute di Singapura, Nguyen Khac Giang, menyatakan investigasi ini bukanlah yang pertama kalinya dilakukan terhadap sebuah perusahaan swasta, namun sejauh ini merupakan yang terbesar.
Dia mengatakan bahwa pada tahun 2022, pimpinan perusahaan properti dan rekreasi FLC Group dan anak perusahaannya Bamboo Airlines, Trinh Van Quyet ditangkap atas tuduhan manipulasi pasar saham, sementara beberapa bulan kemudian, Do Anh Dung, yang merupakan pimpinan asosiasi pengembangan properti Tan Hoang Minh, ditahan karena dicurigai melakukan penipuan perampasan aset.
Tran Qui Thanh, bos Tan Hiep Phat Group, produsen minuman swasta terbesar di negara tersebut juga ditangkap pada bulan April lalu atas dugaan penyelewengan aset.
Mengingat yang telah terjadi sejauh ini, skandal korupsi terbaru “mungkin tidak akan semakin memperburuk kepercayaan dunia usaha di Vietnam, atau menimbulkan rasa takut untuk diselidiki,” kata Giang.
Memang, sumber-sumber lain telah membuat argumen serupa, mengatakan bahwa kepercayaan bisnis lebih terguncang oleh investigasi pertama terhadap korupsi sektor swasta dan bahwa komunitas bisnis di Vietnam sekarang telah terbiasa dengan gagasan bahwa Partai Komunis mungkin sedang mengawasi mereka.
‘Kegagalan peraturan’
Salah satu dari banyaknya tuduhan terhadap Truong My Lan dan rekan-rekannya adalah bahwa mereka diduga menyuap penyelidik selama bertahun-tahun agar mengabaikan ketidaksesuain neraca keuangan di Saigon Commercial Bank.
Hal ini termasuk suap yang dilaporkan dibayarkan kepada Kepala Departemen Inspektorat dan Pengawasan Bank Negara Vietnam. “Ini adalah kegagalan regulasi total,” beber Profesor Strategi Keamanan Nasional di US National War College di Washington, Zachary Abuza yang menambahkan bahwa hal ini juga akan menimbulkan pertanyaan tentang praktik bisnis bank lain.
“Jika Lan bisa menyuap regulator dengan US$5,2 juta untuk mengabaikan kredit bermasalah dan perilaku kriminal lainnya di [Saigon Commercial Bank], bukan tidak mungkin hal serupa terjadi pada bank lain, bukan?” tanya dia.
Skandal korupsi terbaru juga menimbulkan pertanyaan mengenai stabilitas politik. Ketua Partai Komunis Trong, telah membatalkan perjanjian informal mengenai batasan masa jabatan dan usia pensiun yang disetujui Partai Komunis pada tahun 1990-an.
Trong, yang sudah berusia 79 tahun, kini memasuki masa jabatan ketiganya dan tampaknya tidak dapat mundur karena tidak dapat menemukan penggantinya yang dapat dipercaya. Inilah yang menjadi alasan mengapa ia menjabat untuk masa jabatan ketiga pada tahun 2021, papar sebagian besar pakar. Masih belum jelas apakah ia akan mencoba mencalonkan diri untuk masa jabatan keempat di Kongres Nasional berikutnya pada awal tahun 2026.
“Antikorupsi telah berkembang dari sekedar sarana, menjadi tujuan itu sendiri. Pemberantasan korupsi dipandang sebagai cara untuk menegakkan legitimasi partai,” kata Giang. “Ini adalah keadaan normal baru dalam politik Vietnam.(Budi)