Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Blog

Rancunya Pasar Global, Akibatkan Usaha Basis Syari’ah Terhalang Modal

5
×

Rancunya Pasar Global, Akibatkan Usaha Basis Syari’ah Terhalang Modal

Sebarkan artikel ini

Hnews.co.id – Ketidakstabilan Pasar Global dan pertempuran ekonomi negara maju yang melanda saat ini, sepertinya sangat berdampak pada ekonomi Indonesia pada umumnya. Menghadapi kenyataan itu, tidak berlebihan kiranya, sistem Hukum Ekonomi dan Keuangan Syari’ah barangkali mampu menjadi penolong ekonomi Indonesia, khusus Kabupaten Bengkalis yang perekonomian masyarakatnya masih bertopang pada kekuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Sejalan, penduduk mayoritas setidaknya memainkan percaturan ekonomi berbasis Syari’ah. Apalagi, Kabupaten Bengkalis tempatnya masyarakat Suku Melayu yang rata-rata muslim yang diharapkan mampu menumbuhkan kembangkan perekonomian berbasis Hukum Syari’ah.

Ya, memang tidak semudah itu, namun, andaikata tidak menginginkan “tergulung” oleh gelombang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berbasis ekonomi, maka tantangan di semua sektor perekonomian harus dibentengi.

Mungkin salah satu yang harus membentengi itu adalah perekonomian berbasis Hukum Syari’ah yang memenuhi standar-standar tertentu ditengah gelombang globalisasi yang begitu deras.

Harus diakui, peran perekonomian Hukum Syari’ah di negeri sendiri masih agak sepi. Pelakunya masih menakar untung rugi. Padahal, ekonomi dan keuangan Islam setidaknya dapat menjadi sumber pertumbuhan dan mampu memperbaiki struktur neraca berjalan (current account).

Karena, prinsip dasar Hukum Ekonomi Syariah adalah menghindari transaksi yang merugikan dan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan, kemanfaatan, dan kemaslahatan umum.

Hukum Ekonomi Syariah menekankan pentingnya keadilan dalam distribusi kekayaan dan pembagian manfaat di seluruh lapisan masyarakat.

Di Bengkalis misalnya, perekonomian berbasis Hukum Syari’ah, sebenarnya telah berjalan dan mulai meningkat. Misalnya Baitul Maal dan berbagai koperasi serta bank Syari’ah yang kemudian saat ini mulai merambah ke sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), baik di kota maupun desa.

Baca Juga :  Lahan di Kelapapati Terbakar, Petugas Damkar Langsung Turun Lapangan

Untuk UMKM berbasis Hukum Syari’ah di Bengkalis sudah cukup banyak. Seperti perbankan dan UKMK-UMKM yang ada. Dan masyarakat juga sudah faham tentang hal itu. Karena bebarapa UMKM juga sudah mempelajari, modal dan keuntungan.

“Usaha berbasis Hukum Ekonomi Syari’ah ini, kita telah buat suatu harga yang didalamnya mencakupi semua aspek, seperti modal usaha, upah kerja dan zakat. Semuanya sudah tertera di dalam suatu harga,” kata Ardi Safutra AN, salah satu pelaku UMKM kerajinan tangan tempurung kelapa berbasis Hukum Ekonomi Syari’ah di Bengkalis.

Kendati UMKM berbasis Hukum Ekonomi Syari’ah di Bengkalis telah mulai berjalan, namun harus diakui, kendala dan kesulitan selalu menghantui pelaku UMKM berbasis Hukum Ekonomi Syari’ah itu sendiri.

Sebab, menjalankan usaha berbasis Hukum Ekonomi Syari’ah harus siap mental dan siap modal.

“Jujur, kalau untuk memasarkan atau untuk mendapatkan bahan baku sebuah produk,masih bisa kita atasi. Tapi kendala terbesar kita menjalankan usaha berbasis Hukim Ekonomi Syari’ah adalah modal dan perhatian, “Adi mengakui.

Maka dari itu, pertumbuhan, terutama UMKM berbasis Hukum Ekonomi Syari’ah di Kabupaten Bengkalis masih perlu dorongan, terutama dari pemerintah, agar konsep dasar Hukum Ekonomi Syariah yang mencakup prinsip-prinsip utama membimbing perilaku ekonomi dalam Islam itu, betul-betul bisa menjadi kekuatan ekonomi bagi masyarakat Kabupaten Bengkalis secara umum.

Sebab, Kabupaten Bengkalis yang keberadaannya begitu strategis dan salah satu pintu masuk perdagangan, baik dalam maupun luar negeri, seyogyanya mampu menjadi penyumbang dan pendukung dalam upaya pengembangan ekonomi, khususnya Hukum Ekonomi berbasis Syari’ah.

Baca Juga :  Polisi Tangkap Kurir Sabu 2 Kg di Depan Kantor Camat Bengkalis

Bukan hanya menumpang lebel Hukum Ekonomi berbasis syari’ah, namun dalam penerapannya sesunguhnya, sebenarnya belum menerapkan nilai-nilai Islam itu sendiri.

Seperti diketahui, di Indonesia, pengakuan resmi terhadap aktivitas ekonomi syariah atau Hukum Ekonomi Syariah dimulai sejak diterbitkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan Syariah, yang kemudian mengalami perubahan menjadi UU No. 10 tahun 1998. Pada tahun 2008, dua UU tambahan disahkan, yaitu UU

Seperti diketahui, di Indonesia, pengakuan resmi terhadap aktivitas ekonomi syariah atau Hukum Ekonomi Syariah dimulai sejak diterbitkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan Syariah, yang kemudian mengalami perubahan menjadi UU No. 10 tahun 1998. Pada tahun 2008, dua UU tambahan disahkan, yaitu UU No. 19 tentang Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN) dan UU No. 21 tentang Perbankan Syariah.

Konsep Dasar Hukum Ekonomi Syariah adalah (1). Muamalah, (2). Prinsip Keadilan, (3). Prinsip Kemanfaatan (Maqashid al-Shariah), (4). Prinsip Kemaslahatan Umum (Maslahah), (5). Zakat dan Sedekah, (6). Larangan Riba (Bunga), (7). Mudarabah dan Musharakah, (8). Peran Negara, (9). Moralitas dalam Bisnis, (10). Keseimbangan Ekonomi dan Sosial.

Prinsip ini menekankan pentingnya mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan sosial, sehingga hasilnya dapat dinikmati secara adil oleh seluruh masyarakat.

Sementara aspek Hukum Ekonomi Syariah dalam Pengentasan Kemiskinan, yang relevan dalam upaya mengurangi kemiskinan:

(1). Zakat dan Sedekah: Zakat adalah kewajiban bagi umat Islam untuk memberikan sebagian kekayaan mereka kepada mereka yang membutuhkan. Prinsip zakat ini memiliki potensi untuk secara langsung mengurangi kemiskinan dengan mendistribusikan kekayaan ke lapisan masyarakat yang lebih miskin. Sedekah juga memiliki peran serupa dalam memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.

Baca Juga :  Formas dan Universitas Podomoro Gelar Dialog Nasional Pendidikan Sambut Indonesia Emas

(2). Mudarabah dan Musharakah: Prinsip-prinsip ekonomi syariah seperti mudarabah (kerjasama investasi) dan musharakah (kerjasama kepemilikan) dapat digunakan untuk memberikan modal kepada kelompok atau individu yang kurang mampu secara ekonomi. Ini dapat membantu mereka memulai atau mengembangkan usaha mereka.

(3). Keberlanjutan Sosial dan Ekonomi: Hukum ekonomi syariah menekankan konsep keberlanjutan dan keadilan dalam distribusi kekayaan. Dengan memastikan bahwa ekonomi berjalan secara adil, masyarakat dapat mengalami pertumbuhan ekonomi yang merata, yang pada gilirannya dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan.

(4). Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil: Hukum ekonomi syariah dapat memberikan dasar bagi pengembangan usaha mikro dan kecil, yang sering kali dimiliki oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Instrumen keuangan syariah seperti akad-akad mudarabah dan murabahah dapat digunakan untuk mendukung usaha-usaha ini.

(5). Larangan Riba (Bunga): Prinsip larangan riba dalam hukum ekonomi syariah dapat melindungi masyarakat dari beban utang yang berlebihan, yang sering kali dapat menjadi penyebab kemiskinan. Dengan menghindari praktik bunga yang tidak sesuai dengan prinsip Islam, masyarakat dapat terhindar dari siklus kemiskinan yang terkait dengan utang berbunga.

Penerapan aspek-aspek tersebut dalam kebijakan ekonomi syariah dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya pengentasan kemiskinan, sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan sosial dan distribusi kekayaan dalam Islam.

Penulis: Muhammad Ilham (Mahasiswa STIE Syariah Bengkalis)

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *